Ternyata, Stres Menyehatkan dan Tingkatkan Sistem Kekebalan

Kondisi stres akan mendorong tubuh mengeluarkan hormon yang mengaktifkan sistem kekebalan tubuh.

Dalam sebuah riset terbaru dari Universitas Stanford, para peneliti menawarkan pandangan baru tentang bagaimana stres ternyata baik bagi sistem kekebalan tubuh.

Hubungan antara stres dan sistem kekebalan tubuh terjadi pada bagaimana hormon stres memobilisasi dan mencapai organ-organ seperti kulit, yang bisa jadi tercederai jika manusia diserang.

Respons ini penting sejak sel sistem kekebalan sangat vital bagi penyembuhan luka atau membunuh infeksi bakteri.

Firdaus Dharbar, ketua peneliti riset ini dan profesor psikiater dan ilmu perilaku di Universitas Stanford mengatakan bahwa temuan penelitian ini mendeskripsikan sistem koordinasi yang dengan sempurna mendeteksi bahaya dan menyiapkan diri untuk melindungi diri sendiri.

“Sistem kekebalan tubuh dengan sendirinya tidak mengetahui bahwa seekor singa kemungkinan memburu orang itu atau orang itu tengah menjalani operasi. Namun otak mengetahuinya. Kami yakin otak, melalui caranya melepaskan hormon stres, menyiapkan sistem kekebalan untuk mengatasi tantangan-tantangan ini,” ujar Dharbar.

Para ilmuwan meneliti tikus-tikus secara mendadak dikurung dalam kotak Plexiglass yang berventilasi. Kemudian mereka mengambil sampel darah dari tikus-tikus itu selama dua jam kemudian setelah situasi penuh stres terjadi, mencari tahu tentang jumpal hormon stres dan unsur-unsur yang melawan sakit-sakit yang spesifik yang terdapat dalam sistem kekebalan.

Mereka menemukan bahwa tubuh-tubuh tikus mengeluarkan tiga hormon stres yang penting – norepinephrine, epinephrine, dan versi kortisol dari tikus – dalam sejumlah tahap.

Siklus hormon-hormon bekerja untuk membawa sel kekebalan tubuh keluar dari limpa dan tulang sumsum, ke dalam aliran darah dan akhirnya ke kulit.

Penelitian ini dipublikasikan di Journal of Psychoneuroendocrinology pada Kamis (21/6).

Meskipun ilmuwan meneliti dengan menggunakan tikus, manusia juga memiliki respons yang sama terhadap stres. Dharbhar mengatakan stres pada saat operasi kemungkinan membantu manusia untuk menyembuhkan diri sendiri setelah operasi.

Dr. Redford Williams, direktur Pusat Riset Pengobatan Perilaku di Universitas Duke mengemukan bahwa temuan penelitian ini menjadi masuk akal ketika kita melihat evolusi pada manusia.

“Pendahulu kita kemungkinan perlu memiliki sistem kekebalan untuk melawan kuman-kuman yang masuk ke dalam tubuh mereka ketika mereka dirobek kulitnya oleh taring macan saber, sebuah situasi yang sangat stres waktu itu,” ujar Williams.

Namun stres hanya baik kemungkingan untuk beberapa menit atau beberapa jam saat situasi menekan tersebut terjadi. Jika tubuh mengatasi stres selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun, hasilnya bisa tidak menyehatkan.

“Jika Anda mengalami stres berhari-hari untuk waktu yang lama, Anda akan mulai merusak diri sendiri seperti halnya bakteri-bakteri yang masuk ke tubuh,” ujar Williams.
Previous
Next Post »

Komentarmu sangat berharga buat kami. ConversionConversion EmoticonEmoticon

Thanks for your comment